23 April 2011

Makan Siang dan DVD Bajakan

Mas Bro dan Mbak Sis tidak langsung kembali ke kantor usai makan siang. Mereka punya agenda lain di mal. Mbak Sis ingin beli charger telepon seluler, sementara Mas Bro ingin membeli DVD.

Karena banyak pilihan, Mas Bro pun sibuk. Tiap melihat judul baru, ia bertanya pada penjaga lapak. “Yang ini udah bagus, belum?”

Si penjaga pun jujur menjawab. Ada DVD yang dibilang bagus, ada juga yang “belum oke”. Setelah mencoba beberapa judul, Mas Bro melihat Mbak Sis menonton televisi di kios sebelah. Tumben siaran berita. Biasanya lapak DVD hanya memutar film.

Mas Bro mendekat, mencolek pundak Mbak Sis. “Oy, serius amat lu Sis. Ada berita apaan? Breaking news?”

Sedikit kaget dicolek, Sis kemudian senyum datar.

“Pejabat korup yang menghebohkan waktu ditangkap kemarin itu divonis bebas.”
“Wah, lu ngikutin berita rupanya? Nggak sangka gue.”

Mas Bro berdiri di samping Mbak Sis, ikut menonton.

“Gue enek Sis lihat berita. Negara habis dimaling koruptor.”
“Lu hobi bahas ini kan Mas? Suka ngeblog, ngetwit soal politik.”
“Pelampiasan aja, Sis. Biar orang tahu betapa korupnya maling-maling ini.”
“Eh iya, gue lupa, lu dulu aktivis kampus kan ya?”

Mbak Sis menyusul Mas Bro kembali ke lapak DVD. Ternyata si Mas sudah mengumpulkan selusin film untuk dibeli, dan masih mencoba judul lain lagi.

 “Weitss, ck ck ck, borong nih Mas? Stok tontonan seminggu?”

Mas Bro nyengir beloon.

“Daripada liat koruptor maling terang-terangan di televisi, mending nonton DVD, Sis.”
“Tapi lu kan nggak mesti nonton berita terus, ada yang lain.”
“Sinetron? Ogah. Eh Mbak, yang ini sudah bagus kan ya? Saya ambil.”

Mbak Sis melihat tumpukan DVD bajakan yang sudah dipilih mas Bro. Ia berpikir sebentar lalu bertanya, “Kalau beli DVD bajakan, kan maling juga?”

Mendengar itu, Mas Bro senyum mencibir kecil.

“Emangnya lu nggak pernah beli DVD bajakan, Sis?”
“Ya pernah lah, mas. Tapi gue tanya nih, beli DVD bajakan bukannya maling?”
“Ini kan gue bayar, masak ya maling toh.”
“Hahaha, berlagak polos deh. Lu tahu ini sama aja mencuri kan? Katanya nggak suka maling.”
“Yeeeh, kok jadi seriusan Sis? Males ah.”

Mbak Sis mengangkat tumpukan DVD bajakan pilihan Mas Bro.

“Para penjual itu membeli hak distribusi dari pembuat film — nggak peduli apakah DVD orisinalnya akan ada atau tidak.”
“Terus?”
“Nggak adil lah kalau dikopi dan dijual seenaknya oleh yang tidak berhak.”
“Tapi Sis, kalau memang ilegal kok dibiarkan bebas. Ya gue nggak salah dong.”
“Hahaha, serius lu pakai alasan itu?”

Mulai sebal dicecar pertanyaan si mbak Sis, si mas kita pun pasrah.

“Ya jujur aja, Sis. Nggak kuat gue kalau mesti beli CD atau DVD orisinal terus. Mahal.”
“Kalau kita gak mampu beli mobil baru, beli mobil curian karena murah itu boleh?”

Jelas nggak ada alasan yang bisa memberikan Mas Bro pembenaran. Keduanya tertawa santai. Tapi belum selesai, Mbak Sis melanjutkan.

“Ibaratnya nih, lu kerja keras bikin film atau album untuk mencari nafkah. Terus karya lu disalin tanpa izin, dijual seharga kacang. Dagangan lu jadi nggak laku. Adil nggak tuh?”

Kali ini Mas Bro perlu beberapa saat memikirkan jawaban.

“Ya salah gue juga, kenapa gue gak jual murah supaya bisa bersaing dengan yang bajakan?”
“Bukannya harga bajakan bisa murah karena mereka nggak pakai modal bikin film atau musik?”

Sudah tahu salah, Mas Bro terus saja berkelit asal ngotot selama beberapa menit ke depan. Tahu-tahu sudah ada 20 DVD bajakan yang ia pilih.

“Jadi gue nggak boleh beli nih, Sis?”
“Bukan hak gue melarang, Mas. Cuma kalau kita benci pejabat korup, tapi demi irit nonton film kita malah melanggar hukum, ya sama saja.”

Mas Bro menghela nafas lalu menjawab cengengesan.

“Iya deh, Sis. Tapi biarlah gue maling, kan gue nggak maling milyaran. Hahaha.”
“Jadi, maling boleh ya asal bukan milyaran?”

Keduanya tertawa, Mas Bro tahu ia kalah. Tiba-tiba Mbak Sis sadar dan melirik arlojinya.

“Astaga Mas, buruan, udah jam 2 nih, nanti dicari bos!”
“Tenang, gue ngebut entar.”

Setelah membayar semua DVD itu, mereka pun bergegas beranjak. Mas Bro membonceng Mbak Sis dengan sepeda motornya. Supaya cepat, Mas Bro tidak berputar di putaran balik melainkan melawan arus saja, di pinggir jalan. Tidak melihat ada polisi, lampu lalu lintas pun ia terobos. Tiba di kantor 90 menit setelah waktu makan siang berakhir.

Beginilah kita.



No comments:

Post a Comment